Minggu, 20 November 2011

Bila Hati Berbalut Cemas



          "Tidak ada suatu musibah pun yang menimpa seseorang, kecuali dengan izin Allah. Dan barang siapa yang beriman kepada Allah, niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu." (QS at-Taghabun [64]:11)        
Sebagian besar manusia hampir tidak pernah bisa memahami apa arti hidup ini. Tidak tahu tujuan dan harus bagaimana bersikap dalam hidup yang serba singkat ini.
Ciri khas yang paling standar ialah hidupnya selalu tenggelam dalam ketidakteteraman batin, merasa cemas, was-was, serba takut, rendah diri, merasa gagal, dan hati yang selalu terasa kacau balau. Persis seperti orang yang masuk ke dalam hutan belantara. Walaupun ia berbekal ransel penuh dengan makanan, minuman, pakaian tahan nyamuk dan tahan dingin, dompet penuh dengan uang, serta senjata yang lengkap, tetapi kalau sama sekali tidak tahu seluk beluk hutan, tidak tahu cara menembusnya, serta tidak tahu cara menundukkan binatang buas yang berkeliaran di dalamnya, niscaya dirinya akan dicekam berbagai perasaan tadi. Akhirnya, tidak bermanfaatlah segala bekal yang dimilikinya. Uang menjadi tidak berharga karena tidak tahu harus dibelikan apa dan dimana. Dirinya serta merta berubah menjadi kikir terhadap makanan dan minuman yang dimilikinya manakala teman seperjalanannya meminta. Karena, ia tidak tahu stok makanan dan air yang sebenarnya melimpah ruah di dalam hutan. Pikirannya pun senantiasa tegang dan curiga terhadap segala keadaan karena kuatir akan serangan binatang buas pada dirinya. Ketika mendapati jurang atau dinding terjal, muncul rasa cemas, takut, dan was-was karena tidak tahu harus berpegangan kemana. Ketika tiba di tanjakan yang terjal menjulang, serta merta mulutnya mengeluh dan putus asa karena tidak tahu ujung perjalanan.
Walhasil, lengkaplah sudah penderitaannya sepanjang perjalanan. Padahal, semua tangtangan, ancaman, dan kesulitan itu sama sekali tidak ada artinya bagi orang yang telah mengenal persis seluk beluk dan rahasia hutan tersebut.
Kita ambil contoh Tarzan, si manusia hutan. Kita saksikan dalam kisahnya, betapa Tarzan selalu riang gembira menerobos segala kesulitan, rintangan serta gawatnya hutan belantara. Praktis sang Tarzan efektif segala tindakannya.
Bekal yang ia bawa pun seadanya, karena toh ia sudah tahu segala yang terkandung di dalam hutan tersebut. Mulai dari buah-buahan, sumber mata air atau biantang buruan, alangkah mudah didapat. Pakaiannya pun sangat sederhana karena ia tahu tempat-tempat yang hangat untuk berlindung dari hujan dan dinginnya malam hari. Sirnalah segala kecurigaan terhadap aneka bahaya yang mungkin datang dari sekelilingnya, diganti dengan kewaspadaan. Adapun kemungkinan datangnya gangguan dan rintangan, sama sekali tidak mencemaskan pikirannya karena ia sudah tahu cara-cara mengatasinya. Begitupun ketika melewati jurang yang curam; perasannya tidak tegang karena sudah tehu persis akar-akar yang kuat yang dapat ia jadikan pegangan. Sementara untuk mendaki tanjakan atau tebing yang terjal sekalipun ia samasekali tidak mengeluh. Karena, selain mengetahui cara mendakinya, ia pun sudah mampu mengukur dimana ujung dakiannya.
Walhasil, semua hal yang dapat menyulitkan dan menyengsarakan ternyata hal itu mudah saja bagi sang Tarzan. Karena, ia memiliki kunci pokok untuk mengatasi semua permasalahan dan segala kebutuhannya tersebut. Itulah, ilmu. Ya, Tarzan tahu benar ilmu mengenai seluk-beluk hutan cara-cara mengatasinya. Jadi, jangan sekali-kali bermimpi dapat hidup tenang dan bahagia sekiranya kita belum memiliki ilmu yang benar untuk mengarungi belantara dunia yang penuh dengan jebakan, rintangan dan ancaman yang berbahaya ini. Adapun ilmu untuk mengatasi itu semua hanya satu, yakni ilmu dari Dia, Dzat yang menciptakan dunia beserta isinya. Itulah al-Islam, dengan pedoman pokoknya al-Quran dan as-Sunnah.
Semua rahasia kehidupan dunia dan akhirat dibeberkan dengan sempurna dan cermat di dalamnya, sehingga tidak ada satupun urusan, kecuali mesti ada rahasia jalan keluarnnya. Dengan demikian,
kalau toh hidup ini kerap kali dicekam perasaan yang kacau balau dan menyengsarakan, maka penyebab pokoknya adalah karena kita kurang memahami ilmu agama dengan benar.
Dalam sebuah hadits dinyatakan, pada suatu ketika datanglah seseorang kepada Ibnu Mas'ud ra, sahabat Rasulullah saw, untuk meminta nasihat. Ujarnya, "Wahai Ibnu Mas'ud, berilah nasihat yang dapat kujadikan obat bagi jiwaku yang sedang dilanda kecemasan dan kegelisahan. Dalam beberapa hari ini aku merasa tidak tenteram. Jiwaku selalu gelisah dan pikiran pun serasa kusut maasi. Makan tak enak, tidurpun tak nyenyak. Mendengar itu, Ibnu Mas'ud pun kemudian menasihatinya. Ucapnya, 




"Kalau penyakit seperti itu yang menimpamu, maka bawalah hatimu mengunjungi tiga tempat, yaitu ke tempat orang yang membaca al-Quran, kau bacalah al-Quran atau dengarkanlah baik-baik orang yang membacanya; atau pergilah ke majelis pengajian yang mengingatkan hati kepada Allah; atau carilah waktu dan tempat yang sunyi, kemudian ber-khalwat-lah untuk menyembah-Nya.
Misalnya, di tengah malam buta, ketika orang-orang sedang tidur nyenyak, engkau bangun mengerjakan shalat malam, memohon ketenteraman jiwa, ketenteraman pikiran dan kemurnian hati kepada-Nya. Seandainya jiwamu belum juga terobati dengan cara ini, maka mintalah kepada Allah agar diberi hati yang lain, karena hati yang kau pakai itu bukan hatimu."
Setelah itu, orang itu pun kembali ke rumahnya. Diamalkanlah nasihat Ibnu Ma'ud tersebut. Dia pergi mengambil air wudlu. Selanjutnya diambilnya al-Qurandan dibaca dengan hati yang khusyu. Selesai membaca al-Quran, ternyata jiwanya berubah menjadi sejuk dan tenteram. Pikirannya pun menjadi tenang, sedang kegelisahannya menghilang samasekali.  Aa Gym

Tidak ada komentar:

Posting Komentar