Selasa, 15 November 2011

BAB IV KOSA KATA ASING AL-QUR'AN

1. Pengaruh Yahudi Terhadap Al-Qur'an

Para orientalis berpendapat Al-Qur'an banyak diwarnai dengan kosa kata dan ajaran Yahudi-Kristen. Salah seorang yang pertama kali mengatakan bahwa Al-Qur'an dipengaruhi agama Yahudi adalah Abraham Geiger (1810-1874). Mengenai ayat-ayat di dalam Al-Qur'an yang mengecam Yahudi, Geiger berpendapat kecaman itu disebabkan Muhammad saw. telah menyimpang dan salah mengerti terhadap doktrin-doktrin agama Yahudi. Theodor Noldeke memuji, memuja dan mengamini pemikiran Geiger. Dengan menjadikan Bibel sebagai alat ukur menilai Al-Qur'an,
Noldeke berpendapat Muhammad mengarang Al-Qur'an. Selain itu, Noldeke menyatakan Muhammad bodoh mengenai geografi Mesir, menceritakan kisah aneh tentang Zulkarnain (Al¬exander the Great), Muhammad itu bukan seorang yang ummi, menyalahkan Muhammad karena salah menerapkan ungkapan-ungkapan Aramaik

Pendapat Noldeke yang menyatakan Muhammad lebih tolol dibanding orang yang Yahudi yang paling tolol karena mengatakan Haman adalah menteri Fir'aun tidaklah tepat. Noldeke sendiri sama sekali tidak bisa membuktikan jika Haman itu bukan menteri Fir'aun. Noldeke juga tidak tepat ketika menyatakan bahwa Al-Qur'an menganggap bahwa Miriam (Maryam) adalah saudara Musa. Noldeke juga tidak bisa membuktikan secara pasti bahwa pada zaman . Nabi Yusuf, hujan akan sangat jarang pada suatu waktu tertentu. Noldeke sama sekali tidak mengungkapkan bukti yang lebih lanjut mengenai itu.

Siegmund Fraenkel (m. 1925), menulis sebuah buku tipis dalam bahasa Latin dengan berjudul De Vocabulis in antiquis Arabum carminibus et in Corano peregrinis (Mengenai kosa kata asing di dalam puisi Arab kuno dan di dalam AI-Qur'an) (1880). Dan pengaruh Ararnaik kepada bahasa Arab pada tahun 1886 dengan judul Die Aramaischen Fremworter im Arabischen (Kosa kata Asing Aramaik di dalam Bahasa Arab).

Hartwig Hirschfeld (m. 1934), memfokuskan betapa pentingnya melacak kosa kata asing (Fremdworter) Al-Qur'an. Hirschfeld, menulis disertasi doktoralnya dengan judul Judische Elemente im Koran. Ein Beitrag zur Koranforschung, Berlin 1878 (Elemen-elemen Yahudi dalam Al-Qur'an. Sebuah Sumbangan untuk Penelitian Al-Qur'an). Delapan tahun kemudian, Hirshfeld menulis Beitrage zur Erklarung des Koran, Leipzig 1886 (Sumbangan untuk Tafsir Al-Qur'an). Ia juga menulis New Researches into the Composition and Exegesis of the Qoran, London, 1901 (Penelitian-penelitian Baru dalam Penulisan dan Tafsir Al-Qur'an).

Hirschfeld berpendapat sumber-sumber asli Al-Qur'an akan membuka wawasan tentang orisinalitas Islam. Hirshfeld menegaskan pengaruh Bibel kepada Al-Qur'an begitu erat.

Gagasan Al-Qur'an dipengaruhi Yahudi terus menggema. Murid Noldeke, Israel Schapiro (m. 1957) menulis disertasi doktornya pada usia 24 tahun dengan judul Die Haggadischen Elemente im erzahlenden Teil des Korans, Berlin: 1907. (Elemen-elemen Haggadi dalam Bagian Kisah Al-Qur'an). Schapiro meneliti secara detil kisah Nabi Yusuf dalam Surah Yusuf dengan membandingkannya dengan pemahaman Yahudi dan Kristen.

Kajian terhadap pengaruh Yahudi kepada Al-Qur'an juga dilakukan oleh seorang orientalis Belanda, Arent Jan Wensinck, Pendapat Wensick tentang pengaruh Yahudi terhadap Islam, diungkapkan dalam bukunya berjudul Mohammed en de Joden te Medina, Leiden: 1908 (Muhammad dan Yahudi Medinah). Selain itu, perlu kiranya juga disebutkan karya R. Dvorak uber die Fremdworter im Koran, Vienna: 1885 (Kosa Kata Asing di dalam Al-Qur'an); karya S. Sycz, Ursprung und Wiedergabe der Biblishen Eigennamen im Koran, Frankfurt: 1903 (Orisinalitas dan Reproduksi Nama-Nama Diri dari Bibel di dalam AI-Qur'an). Joseph Horovitz (m. 1931) mengkaji pengaruh kosa kata asing kepada Al-Qur'an. Pada tahun 1933, Charles Cutley Torrey (m. 1956), memanfaatkan semua karya yang disebutkan di atas untuk menunjukkan pengaruh Yahudi dalam Al- Qur'an.

Torrey, berpendapat Muhammad menerima materi keimanan yang baru dari Yahudi yang tinggal di Hijaz. Al-Qur'an, yang merupakan karya Muhammad (his own creation) banyak me¬muat sejarah Yahudi, legenda-legenda Yahudi, atau hukum¬-hukum Yahudi, yang pada akhirnya Islam adalah keimanan Ibrahim dan Musa.

2. Pengaruh Kristen Terhadap Al-Quran

Orientalis yang termasuk pertama kali menunjukkan Al ¬Qur'an sangat terpengaruh dengan ajaran-ajaran Kristen, adalah Wright dengan karyanya Early Christianity in Arabia (1855). Friedrich Schwally, berbeda pendapat dengan Noldeke. Ketika merevisi Geschichte des Qorans, Schwally mengungkapkan pengaruh Kristen lebih dominan di dalam Islam dis¬banding Yahudi.

Wilhelm Rudolph, menulis disertasinya berjudul Die Abhangigkeit des Qorans von Judentum und Christentum (Ketergantungan Al-Qur'an terhadap Yahudi dan Kristen). Tor Andrae menulis (Der Ursprung des Lslams und das Christentum (Asal Mula Islam dan Kristen). Richard Bell (m. 1953) menulis sebuah buku berjudul The Origin of Islam in its Christian Environment (London: 1926). Pada tahun 1927, Alphonse Mingana (m. 1937), menulis sebuah essai yang memuat pengaruh Syiriak kepada Al-Qur'an. K. Ahren menulis Christlisches im Koran. Eine Nachlese (Kristen di dalam Al-Qur'an: Sebuah Investigasi).

W. St. Clair-Tisdall, berpendapat Islam bukan hanya dipengaruhi oleh Yahudi dan Kristen, tetapi juga oleh unsur-unsur budaya asing. Dengan memanfaatkan semua karya para orientalis sebe¬lumnya, Arthur Jeffery menulis The Foreign Vocabulary of the Qur'an (Kosa Kata Asing Al-Qur'an).

Jeffery ingin menganalisa secara kritis Al-Qur'an, suatu analisa yang belum dilakukan oleh para mufassir Muslim de¬ngan memuaskan. Menurut Jeffery, mengetahui kosa-kata Al-Qur'an adalah sebuah keharusan untuk memahami Al-Qur'an itu sendiri.

Para Ulama menanggapi pendapat mengenai permasalahan ini. Imam al-Shafi`i (m. 204/820), Abu `Ubay¬dah (m. 209/825), Ibn Jarir al-Tabari (310/923) dan Ibn Faris (m. 395/1004), menolak wujudnya kosa kata asing di dalam Al-Qur'an karena Al-Qur'an diturunkan dalam bahasa Arab.

Berbeda dengan pendapat di atas, pendapat lain menyata¬kan kosa kata asing memang terdapat di dalam Al-Qur'an. Sebenarnya, kedua pendapat tersebut adalah benar. Sekalipun asal-muasal kosa kata tersebut adalah asing, namun ketika digunakan di dalam Al-Qur'an maka kosa kata tersebut sudah terarabkan. Jadi, sekalipun kosa kata Al-Qur'an berasal dari bahasa lain, namun kosa kata tersebut telah terarabkan.

Sebagai contoh, kata Allah sudah ada sebelum Islam datang. Ayahanda Rasulullah saw bernama 'Abdullah. Namun, ketika lslam mengenalkan kata Allah, makna kata tersebut bertentangan dengan makna kata Allah sebelum Islam datang. Jadi, kata Allah telah mengalami perubahan makna yang sangat fundamental. Mengembalikan makna kata Allah kepada zaman sebelum Islam, bisa berarti kemusyrikan.


3. Rasulullah saw. Seorang Ummi

Disebabkan pengaruh Yahudi dan Kristen begitu kental, maka para orientalis berpendapat bahwa tidak mungkin Muhammad itu buta huruf Ia pasti tahu membaca.

Kesimpulan para orientalis Muhammad bukanlah seorang ummi tidaklah tepat. Menurut al-Zajjaj, "kata ummi berarti ummat yang kondisinya seperti saat dilahirkan oleh ibu, tidak mempelajari tulisan, dan tetap seperti itu hingga dewasa." Dalam pandangan lbn Manzur (m. 711 H), kata ummi bermakna tidak bisa menulis. Mengomentari surah al-`Ankabut ayat 48, Ibn Manzur menyatakan Nabi Muhammad disebut ummiyy karena umat Arab tidak bisa menulis dan membaca. Allah mengutus Nabi Muhammad dan beliau tidak bisa menulis dan membaca dari kitab, dan sifat ini merupakan salah satu mukjizatnya, karena ia membaca Kitab Allah dengan sangat teratur, tepat, tidak kurang dan tidak lebih, ketika ia mengulangi-ulanginya, tidak sebagaimana orator Arab yang lain. Kondisi Rasulullah saw. sebagai seorang ummi disebutkan di dalam Al-Qur'an.

Para sarjana Barat yang berpendapat Rasulullah saw. bukan ummi tampak sekali ingin menjustifikasi pengaruh Yahudi-Kristen terhadap Al-Qur'an. Bagaimanapun, Al-Qur'an sendiri sudah menyangkal hal tersebut. Selain itu, pendapat Muhammad itu bukan seorang ummi sebenarnya untuk menjustifikasi Muhammad adalah pengarang Al-Qur'an. Sebagai pengarang, seharusnya dan semestinya Muhammad itu tidak buta huruf. Bagaimanapun, pendapat "ilmiah" para orientalis akan sia-sia karena kaum Muslimin telah membuktikan dan akan terus meyakini sepanjang masa bahwa Al-Qur'an bukanlah karangan Rasulullah saw.

PENUTUP DAN KESIMPULAN

Alhamdulillah akhirnya saya dapat menyelesaikan review ini dengan dan saya dapat menyimpulkan bahwasannya orientalisme adalah ilmu pengetahuan tentang ketimuran atau tentang budaya ketimuran. Yang dilakukan oleh orang-orang barat. Istilah Orientalis diberikan kepada orang-orang Nashrani yang ingin mempelajari ilmu-ilmu Islam dan bahasa Arab. Orang yang melakkukannya disebut orientalis.

Setelah membaca dan mereview buku tersebut saya berkesimpulan ternyata orang-orang barat (orientalis) banyak kontribrusi kekpada islam, terutama dalam dunia keilmuan. Namun demikian juga, dalam buku ini saya jadi memahami dan lebih yaqin bahwa Al-Qur'an adalah kitab suci yang tidak bisa diragukan kemurnian dan keontetikannya. Walaupun toh beberapa orientalis berhasil menyusun tulisan "Al-Qur'an edisi kritis" namun karya besar tersebut ludes dan habis terbakar terkena bom sekutu. Hal ini membuktikan Bahwa Allah SWT., benar-benar ikut menjaga kemurnian dan kesucan Al-Qur'an. Jadi walaupun toh ‘Biblical Criticism’ ataupun hermeneutika diterapkan dalam study atau penafsiran Al-Qur’an tidak akan dapat merusak keotentikan Al-Qur’an sebagaiman yang ditakuti oleh kebanyakan ulama’-ulama’ konvensional.

Namun, Sudah barang tentu menjadi kewajiban kita untuk mengembalikan dan menjaga kemurnian Al-Qur'an dan keaslian ajaran Islam. Ini memang pekerjaan besar, tidak cukup jika dikerjakan beberapa orang saja. Meminjam kata-kata Yusuf Qardhawi, "yang kita butuhkan sekarang ini adalah kesadaran berpikir tentang Islam". Kesadaran berpikir itu juga meliputi strategi dan sikap kita melawan invasi pemikiran. Ada beberapa hal yang terkait dengan sikap dan kewajiban kita terhadap Orientalisme.

Pertama, adanya sekeolompok ulama, pemikir dan peneliti yang spesialisasi pekerjaannya adalah menulis tentang tema-tema ilmiyah, kemudian mempersembahkannya untuk umat Islam secara keseluruhan. Dengan perspektif dan sudut pandang yang sesuai dengan ajaran Islam.

Kedua, hendaknya karya ilmiah ini benar-benar memenuhi syarat-syarat karya ilmiah dan jauh dari kesalahan. Mulai dari segi kebenaran tulisan, pengkajian yang luas dan analisa yang dalam. Serta tepat dengan sumber-sumber referensi yang menjadi rujukannya.

Ketiga, ulama, pemikir dan peneliti tadi hendaknya mempublikasikan karya-karya Orientalis dan memberikan kritikan secara ilmiah. Kemudian memberikan penjelasan kepada pelajar, mahasiswa atau masyarakat pada umumnya tentang kebatilan dan kesalahan-kesalahan berpikir para Orientalis dengan tetap bersikap obyektif dan tawadhu'.

Keempat, bagi lembaga-lembaga pendidikan, dakwah atau kajian ilmiah di dalam menerbitkan majalah-majalah yang berkaitan tentang Orientalisme dan oksidentalisme (kajian tentang Barat) untuk menyeimbangi media-media Barat yang mendeskreditkan Islam.

Kelima, upaya pemurnian kembali tentang Turâst (peninggalan) Islam dan pengetahuannya dari berbagai syubhat. Terutama kajian tafsir Qur’an yang mulai terdistorsi oleh pemikiran dan metodologi Hermeunetika yang salah. Kelima sikap dan kewajiban ini merupakan tanggung jawab kita selaku Muslim dan kita berdoa ada banyak jiwa-jiwa yang tergerak untuk selalu meninggikan agama ini.

Wallâhu Alam bi As-Shawwab.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar