Ada beberapa perbuatan yang
harus dijauhi oleh orang yang puasa, karena kalau perbuatan ini dilakukan pada
siang hari bulan Ramadhan akan merusak puasanya dan akan berlipat dosanya.
Perkara-perkara tersebut adalah :
1. Makan dan minum
dengan sengaja
Allah Azza Sya'nuhu
berfirman (yang artinya) : “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang
putih dan benang hitam, yaitu fajar. Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai
(datang) malam" [Al-Baqarah : 187]
Difahami (dari ayat
diatas, red) bahwa puasa itu (mencegah) dari makan dan minum, jika makan dan
minum berarti telah berbuka, kemudian dikhususkan kalau sengaja, karena jika
orang yang puasa melakukannya karena lupa, salah atau dipaksa, maka tidak
membatalkan puasanya. Masalah ini berdasarkan dalil-dalil.
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Jika lupa hingga makan dan minum,
hendaklah menyempurnakan puasanya, karena sesungguhnya Allah yang memberinya
makan dan minum" [Hadits Riwayat Bukhari 4/135 dan Muslim 1155].
Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Allah meletakkan (tidak menghukum)
umatku karena salah atau lupa dan karena dipaksa" [Hadits Riwayat Thahawi
dalam Syarhu Ma'anil Atsar 2/56, Al-Hakim 2/198, Ibnu Hazm dalam Al-Ihkam
5/149, Ad-Daruquthni 4/171 dari dua jalan yaitu dari Al-Auza'i dari Atha' bin
Abi Rabah dari Ubaid bin Umar, dari Ibnu Abbas, sanadnya shahih]
2. Muntah dengan
sengaja
Karena barangsiapa yang
muntah karena terpaksa tidak membatalkan puasanya. Rasulullah Shallallahu
'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Barangsiapa yang terpaksa muntah,
maka tidak wajib baginya untuk mengqadha' puasanya, dan barangsiapa muntah
dengan sengaja, maka wajib baginya mengqadha' puasanya" [Hadits Riwayat
Abu Dawud 2/310, Tirmidzi 3/79, Ibnu Majah 1/536, Ahmad 2/498 dari jalan Hisyam
bin Hasan, dari Muhammad bin Sirin, dari Abu Hurairah, sanadnya Shahih
sebagaimana yang diucapkan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam Haqiqatus Shiyam
halaman 14]
3. Haidh dan nifas
Jika seorang wanita
haidh atau nifas, pada satu bagian siang, baik di awal ataupun di akhirnya,
maka mereka harus berbuka dan mengqadha' kalau puasa tidak mencukupinya.
Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda (yang artinya) : “Bukankah
jika haid dia tidak shalat dan puasa ? Kami katakan : "Ya", Beliau
berkata : 'Itulah (bukti) kurang agamanya" [Hadits Riwayat Muslim 79, dan
80 dari Ibnu Umar dan Abu Hurairah]
Dalam riwayat lain
(yang artinya) : “Berdiam beberapa malam dan berbuka di bulan Ramadhan, ini
adalah (bukti) kurang agamanya"
Perintah mengqadha'
puasa terdapat dalam riwayat Mu'adzah, dia berkata.
(yang artinya) : “Aku
pernah bertanya kepada Aisyah : ' Mengapa orang haid mengqadha' puasa tetapi
tidak mengqadha shalat?' Aisyah berkata : 'Apakah engkau wanita Haruri[1], Aku
menjawab : 'Aku bukan Haruri, tapi hanya (sekedar) bertanya'. Aisyah berkata :
'Kamipun haidh ketika puasa, tetapi kami hanya diperintahkan untuk mengqadha
puasa, tidak diperintahkan untuk mengqadha' shalat" [Hadits Riwayat
Bukhari 4/429 dan Muslim 335]
4. Suntikan yang
mengandung makanan
Yaitu menyalurkan zat
makanan ke perut dengan maksud memberi makan bagi orang sakit. Suntikan seperti
ini membatalkan puasa, karena memasukkan makanan kepada orang yang puasa [2]
Adapun jika suntikan tersebut tidak sampai kepada perut tetapi hanya ke darah,
maka itupun juga membatalkan puasa, karena cairan tersebut kedudukannya
menggantikan kedudukan makanan dan minuman. Kebanyakan orang yang pingsan dalam
jangka waktu yang lama diberikan makanan dengan cara seperti ini, seperti
jauluz dan salayin, demikian pula yang dipakai oleh sebagian orang yang sakit
asma, inipun membatalalkan puasa.
5. jima'
Imam Syaukani berkata
(Dararul Mudhiyah 2/22) : "Jima' dengan sengaja, tidak ada ikhtilaf
(perbedaan pendapat) padanya bahwa hal tersebut membatalkan puasa, adapaun jika
jima' tersebut terjadi karena lupa, maka sebagian ahli ilmu menganggapnya sama dengan
orang yang makan dan minum dengan tidak sengaja"
Ibnul Qayyim berkata
(Zaadul Ma'ad 2/66) : "Al-Qur'an menunjukkan bahwa jima' membatalkan puasa
seperti halnya makan dan minum, tidak ada perbedaan pendapat akan hal
ini".
Dalilnya adalah firman
Allah.
(yang artinya) :
“Sekarang pergaulilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untuk
kalian" [Al-Baqarah : 187]
Diizinkannya bergaul
(dengan istri) di malam hari, (maka bisa) difahami dari sini bahwa puasa itu
dari makan, minum dan jima'. Barangsiapa yang merusak puasanya dengan jima'
harus mengqadha' dan membayar kafarat, dalilnya adalah hadits yang diriwayatkan
oleh Abu Hurairah Radhiyallahu 'anhu (dia berkata) :
"Pernah datang
seseorang kepada Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam kemudian ia berkata,
'Ya Rasulullah binasalah aku!' Rasulullah bertanya, 'Apa yang membuatmu
binasa?' Orang itu menjawab, 'Aku menjima’i istriku di bulan Ramadhan' (di
siang hari, red). Rasulullah bersabda, 'Apakah kamu mampu memerdekakan seorang
budak?' Orang itu menjawb, 'Tidak'. Rasulullah bersabda, 'Apakah engkau mampu
memberi makan enam puluh orang miskin?' Orang itu menjawab, 'Tidak' Rasulullah
bersabda, 'Duduklah'. Diapun duduk. Kemudian ada yang mengirim satu wadah korma
kepada Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam. Rasulullah bersabda,
'Bersedekahlah', Orang itu berkata, 'Tidak ada di antara dua kampung ini
keluarga yang lebih miskin dari kami'. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam
pun tertawa hingga terlihat gigi serinya, lalu beliau bersabda, ‘Ambillah, berilah
makan keluargamu" [2]
Footnote :
[1] Al-Haruri nisbat
kepada Harura' (yaitu) negeri yang jaraknya 2 mil dari Kufah, orang yang
beraqidah Khawarij disebut Haruri karena kelompok pertama dari mereka yang
memberontak kepada Ali di negeri tersebut, hingga dinisbatkan di sana. Demikian
dikatakan oleh Al-Hafidz dalam Fathul Bari 4/424, dan lihat A Lubab 1/359 karya
Ibnu Atsir. Mereka orang-orang Haruriyah mewajbkan wanita-wanita yang telah
suci daari Haid untuk mengqadha shalat yang terluput semasa haidnya. Aisyah
khawatir Mu'adzah menerima pertanyaan dari Khawrij, yang mempunyai kebiasaan
menentang sunnah dengan pikiran mereka, orang-orang seperti mereka pada zaman
ini banyak, Lihat pasal At-Tautsiq 'anillah wa ra rasuluhi dari tuliasan
Dirasat Manhajiyat fi Aqidah As-Salafiyah karya Salim Al-Hilaly
[2]Lihat Haqiqatus
Shiyam halaman 15, karya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah
Hadits Shahih dengan
berbagai lafadz yang berbeda dari Bukhari 11/516, Muslim 1111, Tirmidzi 724,
Baghwai 6/288, Abu Dawud 2390, Ad-Darimi 2/11, Ibnu Majah 1617, Ibnu Abi
Syaibah 2/183-184, Ibnu Khuzaimah 3/216, Ibnul Jarud 139, Syafi'i 199, Malik
1/297, Abdur Razak 4/196, sebagian memursalkan, sebagian riwayat mereka ada
tambahan :"Qadhalah satu hari sebagai gantinya". Dishahihkan oleh
Al-Hafidz dalam Fathul Bari 11/516, memang demikian.
Penulis: Syaikh Salim
bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh
Judul Asli : Shifat
shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii Ramadhan, penulis Syaikh Salim
bin Ied Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al
islamiyyah cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia Sifat Puasa Nabi Shallallahu
'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka Al-Mubarok (PMR), penerjemah
Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir 1424 H.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar