Islam memilliki
banyak makna yang tidak bisa disamakan dengan Agama. Islam sebagai Din merupakan
konsep murni dan asli bersumber dari Islam. Agama- agama lain tidak memiliki
konsep ini. Konsep Din dalam Islam bisa dimaknai sebagai kesaksian Q.S.
Al-A’raf 172. keberhutangan Q.S. Al-Mu’minun 12-14. Kepatuhan Q.S.
Ali-Imran 83, ketundukan
Q.S. Al-Nisa’ 125. Kesadaran Q.S. Al-Baqarah 256. kekuatan hukum dan
Undang- undang Q.S. Al-Baqarah 245 dan Q.S. Yusuf. 76. pembalasan Q.S.
Al-Faatihah 4. Din-Al-Haq Q.S. Ali-Imran 19 dan 85. Serta kehendak ilahi dan
kecenderungan alamiah Q.S. Al-Dhariyat 56.
Makna tentunya berbeda dengan kata aslinya. Makna belum tentu bisa
mewakili arti sesungguhnya dari sebuah kata atau kalimat asli. Akan tetapi
kata atau kalimat asli itu syarat dengan makna- makna di dalamnya. Jadi antara
keduanya merupakan suatu hal yang tidak dapat terpisahkan.
Jika kita liat
dalam kamus- kamus besar maupun ensiklopedia kita akan menemukan perbedaan definisi
yang jauh antara Islam dan Agama/ Religion. Sehingga Islam tidak bisa dikatakan
sebagai sebuah agama ataupun Religion. Islam Is not like Religion.
Islam Is More Than Religion. Islam adalah Islam dan Islam adalah Din. Islam
Is Islam and Islam Is Din.
Di luar negeri
pun makna religion sudah bergeser dari makna hakiki yang bisa kita ketahui
dalam beberapa ensiklopedia maupun kamus international. Kata Religion biasa
kita jumpai dalam sponsor sepak bola seperti It’s Like Religion/ Our
Religion bahkan ada yang membuat Agama Maradona. Bisa jadi seseorang yang
fanatik terhadap sesuatu akan menganggap hal itu sebagai sebuah religion. Sehingga
makna religion menjadi kabur dan tidak menentu arti atau makna katanya.
Kasus di
Indonesia adalah menganggap bahwa Islam itu adalah Agama. Dalam dunia pendidikan
pun dikatakan seperti itu, bahkan materi yang kita kenal juga materi pendidikan
agama Islam. Sebetulnya secara istilah sudah salah dan
inilah yang harus kita benahi atau kita perbaiki. Dan yang benar adalah materi
pendidikan dinul-islam. Memang terlihat sepele. Akan tetapi sebagai
ummat islam kita harus mengetahui istilah- istilah dari agama Islam, yang mana
istilah- istilah sungguh sangat berbeda jauh artinya jika diterjemahkan kedalam
bahasa lain dalam artian akan tereduksi makna hakikinya. Jadi kita harus
mengembalikannya ke bahasa aslinya.
Mayoritas
umat Islam meyakini bahwa agamanya-lah yang paling benar disisi-Nya. Selain
Islam adalah agama yang tidak diridhai, alias “salah”. Dasarnya, Inna
ad-diina ‘indallaahi al-islam (Q.S. 3:19), yang di tafsir depag--maupun
di berbagai tafsir--diartikan "sesungguhnya agama (yang diridhai) di
sisi Allah hanyalah Islam". Tentunya berbeda dengan orang minoritas yang
meyakini bahwa agamanya belum tentu benar atau benar tetapi tidak paling benar
(Kaum Pluralisme Agama).
Islam tidak
cukup hanya diartikan dengan kata selamat. Islam yang salah satu artinya selamat
tidak diartikan sebagaimana mestinya. Sementara bila kata "selamat"
disertakan didalamnya, maka artinya menjadi "sesungguhnya agama (yang
diridhai) di sisi Allah hanyalah selamat". Disinilah letak
kejanggalannya, orang yang mengatakan bahwa agama yang diridhai Tuhan adalah
"selamat" adalah sebuah kesalahan
Ada sebuah pendapat dari sekelompok
orang yang menganut paham Liberalisme dan Pluralisme. di dalam Q.S. Al-Baqarah [2]:62 disebutkan bahwa
“sesungguhnya orang-orang mu'min, orang-orang Yahudi, orang-orang Nasrani
dan orang-orang Shabiin, siapa saja diantara mereka yang benar-benar beriman
kepada Allah, hari kemudian dan beramal saleh, mereka akan menerima pahala dari
Tuhan mereka, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka, dan tidak (pula) mereka
bersedih hati”.
Dengan dalil ini
mereka mengklaim bahwa tidak hanya Islam saja yang mendapat pahala di sisi
Allah, agama lain juga berhak memperoleh pahala atas kebajikan yang mereka
perbuat. Ini wujud doktrin Relativisme dan Inklusivisme serta dekonstruksi
Syari’ah.
Perlu diketahui
bahwa. Memang benar golongan yang disebutkan dalam ayat tersebut akan
memperoleh pahala di sisi Allah. Akan tetapi perlu diketahui dalam ayat
tersebut dinyatakan diterimanya amalan- amalan mereka jika beriman kepada
Allah. Percaya kepada hari akhir. Serta beramal sholeh. Inilah syarat yang
harus mereka penuhi. Jika tiga unsur ini saja sudah terpenuhi maka sudah pasti
amalan- amalan sholeh mereka akan diterima di sisi Allah.
Nash ini
tentunya ditujukan kepada golongan tersebut sebelum masa takhrif atau
pelencengan dan pembelotan dengan mengubah ajaran yang murni datang dari ALLah.
Untuk konteks sekarang ini golongan yang telah disebutkan dalam ayat tersebut
sudah banyak yang merubah ajaran- ajaran aslinya. Sehingga sudah tidak bersifat
Absolut lagi. Maka jadilah agama yang bersifat tidak mutlak dan menjadi produk budaya karya manusia. Wallahu
‘alam Bi Showab
Referensi:
Prof.Dr. Syed Muhammad Naquib Al-Attas. Prolegonema.
Al-Baqillani. Al-Tamhid..
Dr. Hamid Fahmy Zarkasyi. Misykat.
Roni
Djamaloeddin. Islam Itu "Bukan
Agama”. Rancangan
Tulisan Majalah “ISLAMIA”
Penulis: Mohammad Harir
Saifu Yasyak, S.Fil.I
Tidak ada komentar:
Posting Komentar