Dibulan puasa Ramadhan ini, ada waktu yang nilainya lebih baik dari seribu bulan, akan tetapi jangan sampai kita sebagai ummat muslim salah persepsi akan keutamaannya ini, sehingga kita hanya mengambil atau beribadah hanya pada malam lailatul qadar, dan kita melalaikan ibadah pada hari selain malam lailatul qadar, perlu kita ketahui, beribadahlah dimanapun dan kapanpun waktunya.
Malam lailatul qadar merupakan salah satu dari pada bukti kebesaran Allah SWT. Keutamaannya
sangat besar, karena malam lailatul qadar ini kita menyaksikan turunnya Al Quran Al Karim yang
membimbing orang-orang yang berpegang dengannya ke jalan kemuliaan dan
mengangkatnya ke derajat yang mulia dan abadi. Ummat Islam yang mengikuti
sunnah Rasulnya tidak memasang tanda-tanda tertentu dan tidak pula menancapkan
anak-anak panah untuk memperingati malam ini (malam Lailatul Qodar/Nuzul
Qur'an, red), akan tetapi mereka bangun di malam harinya dengan penuh iman dan
mengharap pahala dari Allah.
Inilah
wahai saudaraku muslim, ayat-ayat Qur'aniyah dan hadits-hadits Nabawiyyah yang
shahih yang menjelaskan tentang malam tersebut.
1.
Keutamaan Malam Lailatul Qadar
Cukuplah
untuk mengetahui tingginya kedudukan Lailatul Qadar dengan mengetahui
bahwasanya malam itu lebih baik dari seribu bulan, Allah berfirman :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا
لَيْلَةُ الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ شَهْرٍ ﴿۳﴾ تَنَزَّلُ الْمَلاَئِكَةُ وَالرُّوحُ فِيهَا بِإِذْنِ رَبِّهِمْ مِنْ
كُلِّ أَمْرٍ ﴿٤﴾ سَلاَمٌ هِيَ حَتَّى مَطْلَعِ الْفَجْرِ ﴿٥﴾ [القدر: ١ - ٥]
(yang
artinya) [1] Sesungguhnya Kami telah menurunkannya (Al Qur'an) pada malam
kemuliaan. [2] Dan tahukah kamu apakah malam kemuliaan itu? [3] Malam kemuliaan
itu lebih baik dari seribu bulan. [4] Pada malam itu turun malaikat-malaikat
dan malaikat Jibril dengan izin Tuhannya untuk mengatur segala urusan. [5]
Malam itu (penuh) kesejahteraan sampai terbit fajar. [QS Al Qadar: 1 - 5]
Dan
pada malam itu dijelaskan segala urusan nan penuh hikmah :
إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُبَارَكَةٍ إِنَّا كُنَّا مُنْذِرِينَ
﴿۳﴾ فِيهَا يُفْرَقُ
كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾ أَمْرًا مِنْ عِنْدِنَا إِنَّا كُنَّا مُرْسِلِينَ ﴿٥﴾ رَحْمَةً
مِنْ رَبِّكَ إِنَّهُ هُوَ السَّمِيعُ الْعَلِيمُ ﴿٦﴾ [الدخان: ۳ - ٦]
(yang
artinya) :
"Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi dan sesungguhnya Kami-lah
yang memberi peringatan. [4] Pada malam itu dijelaskan segala urusan yang penuh
hikmah, [5] (yaitu) urusan yang besar dari sisi Kami. Sesungguhnya Kami adalah
Yang mengutus rasul-rasul, [6] sebagai rahmat dari Tuhanmu. Sesungguhnya Dialah
Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui."[QS Ad Dukhoon: 3 - 6]
2.
Waktunya
Diriwayatkan
dari Nabi Shalallahu 'alaihi wasallam bahwa malam tersebut terjadi pada malam
tanggal 21, 23, 25, 27, 29 dan akhir malam bulan Ramadhan. (Pendapat-pendapat
yang ada dalam masalah ini berbeda-beda, Imam Al Iraqi telah mengarang satu
risalah khusus diberi judul Syarh Shadr bidzkri Lailatul Qadar, membawakan
perkatan para ulama dalam masalah ini, lihatlah).
Imam
Syafi’I berkata : “Menurut pemahamanku, wallahu a’lam, Nabi Shalallahu 'alaihi
wasallam menjawab sesuai yang ditanyakan, ketika ditanyakan kepada beliau :
“Apakah kami mencarinya di malam hari?”, beliau menjawab : “Carilah di malam
tersebut.”. (Sebagaimana dinukil al Baghawi dalam Syarhus Sunnah (6/388).
Pendapat
yang paling kuat, terjadinya malam Lailatul Qadr itu pada malam terakhir bulan
Ramadhan, berdasarkan hadits ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, dia berkata : Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wasallam beri’tikaf di sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan
dan beliau bersabda : (yang artinya) “Carilah malam Lailatur Qadar di (malam
ganjil) pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan.”. (HR Bukhari 4/255 dan
Muslim 1169)
Jika
seseorang merasa lemah atau tidak mampu, janganlah sampai terluput dari tujuh
hari terakhir, karena riwayat Ibnu Umar (dia berkata) Rasulullah Shalallahu
'alaihi wassalam bersabda (yang artinya) : “Carilah di sepuluh hari terakhir,
jika tidak mampu maka jangan sampai terluput tujuh hari sisanya.” (HR Bukari
4/221 dan Muslim 1165).
Ini
menafsirkan sabdanya : (yang artinya) “Aku melihat mimpi kalian telah terjadi,
maka barangsiapa ingin mencarinya, carilah pada tujuh hari yang terakhir.”
(Lihat maraji’ diatas).
Telah
diketahui dalam sunnah, pemberitahuan ini ada karena perdebatan para sahabat.
Dari Ubadah bin Shamit Radiyallahu ‘anhu, ia berkata Rasulullah Shalallahu
'alaihi wassalam keluar pada malam Lailatul Qadar, ada dua orang sahabat
berdebat, beliau bersabda : “Aku keluar untuk mengkhabarkan kepada kalian
tentang malam Laitul Qadar, tetapi fulan dan fulan (dua orang) berdebat hingga
diangkat tidak bisa lagi diketahui kapan lailatul qadar terjadi), semoga ini
lebih baik bagi kalian, maka carilah pada malam 29,27,25 (dan dalam riwayat
lain : tujuh, sembilan, lima). (HR Bukhari 4/232).
Telah
banyak hadits yang mengisyaratkan bahwa malam Lailatul Qadar itu pada sepuluh
hari terakhir, yang lainnya menegaskan di malam ganjil sepuluh hari terakhir.
Hadits yang pertama sifatnya umum, sedang hadits kedua adalah khusus, maka
riwayat yang khusus lebih diutamakan daripada yang umum, dan telah banyak
hadits yang lebih menerangkan bahwa malam Lailatul Qadar itu ada pada tujuh
hari terakhir bulan Ramadhan, tetapi ini dibatasi kalau tidak mampu dan lemah,
tidak ada masalah. Maka dengan ini, cocoklah hadits-hadits tersebut, tidak
saling bertentangan, bahkan bersatu tidak terpisahkan.
Kesimpulannya
:
Jika
seseorang muslim mencari malam Lailatul Qadar, carilah pada malam ganjil
sepuluh hari terakhir, 21, 23, 25, 27 dan 29. Kalau lemah dan tidak mampu
mencari ppada sepuluh hari terakhir, maka carilah pada malam ganjil tujuh hari
terakhir yaitu 25, 27 dan 29. Wallahu a’lam.
Paling
benarnya pendapat lailatul qadr adalah pada tanggal ganjil 10 hari terakhir
pada bulan Ramadhan, yang menunjukkan hal ini adalah hadits Aisyah, Ia berkata
:
“Adalah
Rasulullah beri’tikaf pada 10 terakhir pada bulan Ramadhan dan berkata :
“Selidikilah malam lailatul qadr pada tanggal ganjil 10 terakhir bulan
Ramadhan”.
3.
Bagaimana Mencari Malam Lailatul Qadar
Sesungguhnya
malam yang diberkahi ini, barangsiapa yang diharamkan untuk mendapatkannya,
maka sungguh telah diharamkan seluruh kebaikan (baginya). Dan tidaklah
diharamkan kebaikan itu, melainkan (bagi) orang yang diharamkan (untuk
mendapatkannya). Oleh karena itu, dianjurkan bagi muslimin (agar) bersemangat
dalam berbuat ketaatan kepada Allah untuk menghidupkan malam Lailatul Qadar
dengan penuh keimanan dan mengharapkan pahalaNya yang besar, jika (telah)
berbuat demikian (maka) akan diampuni Allah dosa-dosanya yang telah lalu. (HR
Bukhari 4/217 dan Muslim 759).
Rasulullah
Shalallahu 'alaihi wassalam Shalallahu 'alaihi wasallam bersabda (yang
artinya), “ Barangsiapa berdiri (shalat) pada malam Lailatul Qadar dengan penuh
keimanan dan mengharap pahala dari Allah, maka diampuni dosa-dosanya yang telah
lalu.” yang telah lalu. (HR Bukhari 4/217 dan Muslim 759)
Disunnahkan
untuk memperbanyak do’a pada malam tersebut. Telah diriwayatkan dari Sayyidah
‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia) berkata : “Aku bertanya, Ya Rasulullah
(Shalallahu 'alaihi wassalam), Apa pendapatmu jika aku tahu kapan malam
Lailatul Qadar (terjadi), apa yang harus aku ucapkan ?”. Beliau menjawab,
“Allahumma innaka ‘afuwwun tuhibbul ‘afwa fa’fu ‘annii. Ya Allah, Engkau Maha
Pengampun dan mencintai orang yang meminta ampunan, maka ampunilah aku.”. (HR
Tirmidzi (3760), Ibnu Majah (3850), dari Aisyah, sanadnya shahih. Lihat
syarahnya Bughyatul Insan fi Wadhaifi Ramadhan, halaman 55-57, karya ibnu Rajab
al Hanbali.)
Saudaraku
– semoga Allah memberkahimu dan memberi taufiq kepadamu untuk mentaatiNya –
engkau telah mengetahui bagaimana keadaan malam Lailatul Qadar (dan keutamaannya)
maka bangunlah (untuk menegakkan sholat) pada sepuluh malam hari terakhir,
menghidupkannya dengan ibadah dan menjauhi wanita, perintahkan kepada istrimu
dan keluargamu untuk itu dan perbanyaklah amalan ketaatan.
Dari
Aisyah Radiyallahu ‘anha, “Adalah Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam
apabila masuk pada sepuluh hari (terakhir bulan Ramadhan), beliau mengencangkan
kainnya (menjauhi wanita yaitu istri-istrinya karena ibadah, menyingsingkan
badan untuk mencari Lailatul Qadar), menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya.” (HR Bukhari 4/233 dan Muslim 1174).
Juga
dari ‘Aisyah Radiyallahu ‘anha, (dia berkata) : “Adalah Rasulullah Shalallahu
'alaihi wassalam bersungguh-sungguh (beribadah apabila telah masuk) malam
kesepuluh (terakhir), yang tidak pernah beliau lakukan pada malam-malam
lainnya.” (HR Muslim 1174).
4.
Tanda-tandanya
Ketahuilah
hamba yang taat – mudah-mudahan Allah menguatkanmu dengan ruh dariNya dan
membantu dengan pertolongaNya – sesungguhnya Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam
menggambarkan paginya malam Lailatul Qadar agar seorang muslim mengetahuinya.
Dari
Ubay Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam
bersabda (yang artinya) : “Pagi hari malam Lailatul Qadar, matahari terbit
tanpa sinar menyilaukan, seperti bejana hingga meninggi.” (HR Muslim 762).
Dari
Abu Hurairah, ia berkata : Kami menyebutkan malam Lailatul Qadar di sisi
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam beliau bersabda : (yang artinya) “Siapa
diantara kalian yang ingat ketika terbit bulan, seperti syiqi jafnah.” (HR
Muslim 1170. Perkataannya “Syiqi Jafnah”, syiq artinya setengah, jafnah artinya
bejana. Al Qadli ‘Iyadh berkata :”Dalam hadits ini ada isyarata bahwa malam
Lailatul Qadar hanya terjadi di akhir bulan, karena bulan tidak akan seperti
demikian ketika terbit kecuali di akhir-akhir bulan.”)
Dan
dari Ibnu Abbas Radiyallahu ‘anhu, ia berkata : Rasulullah Shalallahu 'alaihi
wassalam bersabda (yang artinya) : “ (Malam) Lailatul Qadar adalah malam yang
indah, cerah, tidak panas dan tidak juga dingin, (dan) keesokan harinya cahaya
sinar mataharinya melemah kemerah-merahan.” (HR Thyalisi (349), Ibnu Khuzaimah
(3/231), Bazzar (1/486), sanadnya hasan).
(Dikutip
dari Sifat Puasa Nabi Shallallahu 'alaihi wa sallam oleh terbitan Pustaka
Al-Mubarok (PMR), penerjemah Abdurrahman Mubarak Ata. Cetakan I Jumadal Akhir
1424 H. Judul asli Shifat shaum an Nabi Shallallahu 'alaihi wa Sallam Fii
Ramadhan, Bab "Malam Lailatul Qadar". Penulis Syaikh Salim bin Ied
Al-Hilaaly, Syaikh Ali Hasan Abdul Hamid. Penerbit Al Maktabah Al islamiyyah
cet. Ke 5 th 1416 H. Edisi Indonesia)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar