Sabtu, 20 Oktober 2012

Ekonomi Indonesia Dalam Catatan




Oleh: Imam Kamaluddin

Satelit Palapa yang sekarang sudah dibeli Temasek Singapura, adalah pulau Indonesia di angkasa  yang dengannya kekuatan asing dapat menjajah ekonomi Indonesia di daratan, lautan dan angkasa Indonesia, bahkan politik dan dalam-batas tertentu pertahanan keamanan
.




Di Indonesia sekarang sedang gencar terjadi state capture corruption, karupsi yang dilakukan negara sendiri, karena oleh pemerintah yang sedang berkuasa, negara digadaikan pada kekuatan korporasi asing. Apalagi Indonesia samapai sekarang masih termasuk dalam kelompok sembilan negara terkorup di dunia bersama Haiti, Myanmar, Iraq, Guinea, Sudan, Congo, Chad, dan Bangladesh.



UU na 10/1998 menjamin pihak asing bisa memiliki hingga 99% saham bank di Indonesia. Ini lebih tinggi dari komitmen Indonesia di WTO yang pada awalnya adalah 49% lalu dinaikkan menjadi 51%. Indonesia lebih liberal dari negara-negara AS, Canada, Australia, Singapura, dll, yang menetapkan dengan ketat kepemilikan asing dalam sektor perbankan. Indonesia juga paling ”ngawur” di anatara negara-negara Asia lainnya. Akibatnya, saat ini 6 dari 10 bank terbesar di Indonesia sudah dimiliki pihak asing. Hebatnya lagi, mereka bisa  membeli bank-bank tersebut  dengan harga hanya 8-12% dari total biaya rekapitalisasi dan restrukturisasi perbankan yang dikeluarkan oleh negara.




UU no 19/2003 tentang BUMN adalah UU yang pertama di Indonesia yang memberikan landasan hukum eksplisit terhadap pelaksanaan privatisasi.  Tapi sayangnya yang terjadi adalah privatisasi untuk menutup defisit, sehingga yang terjadi adalah mirip petani yang menjual tanahnya karena terlilit hutang, akibatnya si petani semakin miskin karena kehilangan modal utamanya.



Dari sekitar  satu juta barrel perhari produksi minyak nasional, hanya 109 ribu barrel yang diproduksi Pertamina, Medco 75 ribu barrel, dan sisanya dikuasai produsen-produsen asing. 90% dari 120 kontrak production sharing dikuasai oleh korporasi asing.


Indosat dimiliki Temasek, 35% saham Telkom juga, dan 98% saham XL juga milik asing, industri otomotif juga dikuasai asing, Perjanjian Kerjasama Pertahanan (DCA) dengan Singapura juga tekah merugikan Perhanan Keamanan Indonesia, bahkan dalam UU  no, 25/2007 tentang penanaman modal, pemerintah akan memberikan perlakuan yang sama kepada semua penanam modal yang berasal dari negara manapun. Tidak ada perbedaan sama sekali antara pribumi dan asing. Bahkan pada pasal 7 ayat 1 disebutkan ”pemerintah tidak akan melakukan tindkan nasionalisasi atau pengambilan hak penenaman modal, kecuali degan undang-undang”. Jika nasianalisasi dilakukan, pemerintah akan memberikan kompensasi yang jumahnya ditetapkan berdasarkan harga pasar (ayat 2). Jika antara pemerintah dan penanam modal tidak tercapai kesepakatan, penyelesaian dilakukan melalui arbitrase. (hal ini menjadikan nasionalisasi mustahil dilakukan, terhadap indosat misalnya).



Dalam Peraturan presiden no. 77/2007, pada bagian c disebutkan, batas kepemilikan modal asing dalam sektor: Energi dan Sumber Daya Mineral 95%, Pembangkit Tenaga Listrik 95%, Jasa Pengeboran Minyak di lepas pantai Indonesia Timur 95%, Tranmisi Tenaga Listrik 95%, Distribusi Tenaga Listrik 95%, Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir 95%, Jasa Pengeboran Minyak dan Gas Bumi di Darat 95%, Pengembangan Tenaga Peralatan Penyediaan Listrik 95%, dan lain-lain.



Asing juga diperbolehkan memiliki 49% saham bidang-bidang Pendidikan Dasar dan Menengah, Pendidikan Tinggi dan Pendidikan Non Formal.


Prosentase royalti dari Freeport, 1%-3,5% untuk tembaga, dan 1% flat fix untuk emas dan perak dari penjualan bersih. Amat sangat kecil sekali. Apalagi besarnya iuran lahan hanya sekitar Rp. 225,00 – Rp. 27.000,- perhektar pertahun.

Menurut Revrisond Baswir, banyak UU di negara kita ini merupakan pesanan kartel neokolonial. ”Undang-undang kita itu kebanayakan mereka yang membuat. Misalnya UU Migas, di situ jelas peran World Bank; UU BUMN di situ memainkan peran Price Waterhouse Copoper; UU Kelistrikan disitu berperan ADB. Nah, mereka-mereka itulah yang bermain”. wallahu a'lam bi showab

Tidak ada komentar:

Posting Komentar